INDOZONE.ID - Bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed), memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuannya di level 4,25%-4,50% dalam pertemuan bulan Juni pada hari Rabu (18/6/2025).
Meskipun keputusan ini sudah diprediksi secara luas oleh pasar, proyeksi ekonomi terbaru yang dirilis The Fed justru menunjukkan gambaran yang lebih suram.
Para pejabat The Fed kini memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan lebih lambat sementara inflasi tetap tinggi dari perkiraan sebelumnya.
Harga aset kripto utama Bitcoin (BTC), terpantau stabil di kisaran US$104.200 (sekitar Rp1,7 miliar) sesaat setelah pengumuman tersebut dirilis.
Baca juga: Bupati Banyuwangi Ajak Kadin Fokus Cetak Generasi Mandiri Lewat Wirausaha
Dalam rilis resminya, The Fed menyatakan, "Indikator terbaru menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi terus berekspansi dengan kecepatan yang solid. Tingkat pengangguran tetap rendah... Namun, inflasi tetap agak tinggi."
Meskipun demikian, proyeksi ekonomi kuartalan The Fed, atau yang dikenal sebagai "dot plot", menunjukkan revisi yang signifikan.
Proyeksi pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) AS untuk tahun 2025 dipangkas dari 1,7% menjadi 1,4%. Sementara itu, proyeksi inflasi (PCE) justru dinaikkan dari 2,7% menjadi 3,0%.
Terkait suku bunga, The Fed masih mengindikasikan adanya ruang untuk pemangkasan sebesar 50 basis poin di sisa tahun 2025. Namun, laju penurunan suku bunga untuk tahun 2026 dan 2027 diperkirakan akan lebih lambat dari proyeksi sebelumnya.
Baca juga: PLN Cetak Rekor Pendapatan Tertinggi Capai Rp545 Triliun, Penjualan Listrik Tembus 306 TWh
Ancaman Stagflasi dan Dampaknya ke Bitcoin
Kombinasi antara perlambatan pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang tetap tinggi ini memicu kekhawatiran akan terjadinya "stagflasi".
"Dot plot The Fed menunjukkan tren yang jelas menuju tekanan stagflasi, sebuah skenario di mana pertumbuhan ekonomi melambat sementara inflasi dan pengangguran tetap tinggi," kata David Hernandez, spesialis investasi kripto dari manajer aset digital 21Shares.
Menurut Hernandez, skenario stagflasi secara historis cenderung menggerus nilai investasi tradisional dan mata uang fiat. Namun, kondisi ini justru berpotensi menjadi sentimen positif bagi aset seperti Bitcoin.
"Hal ini disebabkan oleh sifat Bitcoin yang langka (suplai terbatas), tidak terikat batas negara, dan tidak bergantung langsung pada kinerja ekonomi AS," jelasnya.
Baca juga: Kemenko Gelar Bootcamp UMKM Berdaya Bersama, Targetkan Pelaku Usaha Naik Kelas
Ia menambahkan bahwa dalam kondisi seperti ini, para investor dan pemodal baru akan cenderung mencari aset yang dapat berfungsi sebagai penyimpan nilai (store of value) sekaligus memiliki potensi pertumbuhan.
"Sebuah pencarian yang akan membawa banyak orang langsung ke BTC," pungkas Hernandez.
Sumber: Coindesk
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: CoinDesk